Branch Profit Tax: Tarif, Persyaratan, dan Cara Hitung

Ilustrasi bisnis global yang dapat dijalankan salah satunya dalam bentuk permanent establishment atau bentuk usaha tetap. Aspek pajak yang dikenakan pada BUT salah satunya adalah branch profit tax.
flutie8211 / Pixabay

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah subyek pajak luar negeri yang kewajiban perpajakannya diperlakukan relatif sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya. Salah satu perbedaan perlakuan perpajakan BUT dibandingkan dengan wajib pajak dalam negeri antara adalah atas laba bersih setelah pajak yang diterima atau diperoleh suatu BUT dikenakan branch profit tax.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU PPh, atas Laba Setelah Pajak yang diperoleh BUT dikenakan tambahan PPh sebesar 20%.

PPh 26 Branch Profit Tax = 20% x (Penghasilan Kena Pajak – PPh)

Tarif berbeda diterapkan apabila terdapat tax treaty antara Indonesia dengan negara domisili BUT. Berikut adalah daftar tarif branch profit tax sesuai dengan P3B.

Pengecualian dari Pengenaan Branch Profit Tax

Terdapat pengecualian pengenaan PPh Pasal 26 atas laba BUT sesuai ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14 Tahun 2011. Pengecualian tambahan PPh atas laba setelah pajak yang diperoleh BUT diberikan apabila atas seluruh penghasilan kena pajak sesudah dikurangi PPh ditanamkan kembali di Indonesia dalam bentuk:

  1. penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
  2. penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham; atau
  3. pembelian aktiva tetap atau aktiva tidak berwujud yang digunakan oleh BUT untuk menjalankan usaha atau kegiatan BUT di Indonesia.

Penanaman kembali yang dilakukan di Indonesia agar dikecualikan dari pengenaan branch profit tax harus dilakukan di Indonesia paling lama pada akhir Tahun Pajak berikutnya setelah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut.

Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri/peserta pendiri, harus memenuhi tambahan persyaratan sebagai berikut:

  1. Perusahaan baru tersebut telah melakukan kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak perusahaan tersebut didirikan; dan
  2. BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 2 tahun sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial.

Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham, harus memenuhi tambahan persyaratan sebagai berikut:

  1. Perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha aktif di Indonesia; dan
  2. BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 3 tahun sejak penyertaan modal.

Untuk penanaman kembali dalam bentuk pembelian aktiva tetap atau investasi berupa aktiva tidak berwujud, BUT tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva/investasi aktiva tidak berwujud tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 3 tahun sejak perolehan aktiva.

Apabila persyaratan tidak lagi dipenuhi, penghasilan tersebut ditetapkan sebagai Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan atas BUT bersangkutan terhitung sejak diperolehnya Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan tersebut dan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Kewajiban Pelaporan

BUT yang melakukan penanaman kembali wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal yang dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Laporan dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.

Pemberitahuan secara tertulis mengenai realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan paling sedikit meliputi hal-hal sebagai berikut:

  1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi PPh dari BUT dan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
  2. Bentuk penanaman kembali, jumlah realisasi penanaman kembali, dan Tahun Pajak dilakukan realisasi penanaman kembali.

Saat Berproduksi Komersial

Jika melakukan penanaman kembali bentuk penyertaan modal pada perusahaan baru, BUT wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial. Saat berproduksi komersial adalah saat perusahaan yang baru didirikan tersebut telah mulai memproduksi barang untuk dijual bagi perusahaan manufaktur atau saat perusahaan mulai melakukan penjualan barang dan/atau jasa bagi perusahaan selain manufaktur.

Atas pemberitahuan tersebut, Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan keputusan tentang saat berproduksi komersial berdasarkan hasil penelitian Kantor Pelayanan Pajak dimaksud, paling lama 6 bulan setelah BUT menyampaikan pemberitahuan secara tertulis.

Penetapan saat berproduksi komersial dilakukan berdasarkan keadaan sebenarnya dengan memperhatikan saat mulai berproduksi komersial yang disampaikan oleh BUT yang bersangkutan.
Apabila jangka waktu telah lewat tidak diterbitkan surat keputusan, saat berproduksi komersial adalah berdasarkan pemberitahuan tertulis yang disampaikan oleh Wajib Pajak BUT yang bersangkutan.

Contoh Penghitungan Branch Profit Tax

Braun GmbH menjalankan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT Braun. Pada tahun pajak 2022, penghasilan kena pajak BUT Braun adalah Rp20.500.000.000. BUT Braun membayar PPh Badan sebesar Rp4.150.000.000. 50% dari income after tax diinvestasikan kembali dalam bentuk pembelian peralatan dan pembangunan gedung. Sisanya, tidak diinvestasikan kembali di Indonesia.

Dari ilustrasi di atas, 50% penghasilan setelah pajak BUT Braun tidak dikenakan branch profit tax, dan 50% sisanya terutang. Merujuk ketentuan P3B Indonesia – Jerman, terdapat reduced rate untuk branch profit tax sebesar 10%. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26 yang terutang adalah sebagai berikut:

Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap
di Indonesia dalam tahun 2022
Rp20.500.000.000
Pajak Penghasilan:
22% x Rp20.500.000.000,00 = 
Rp4.150.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak (Income After Tax)Rp16.350.000.000
PPh Pasal 26 yang terutang :
10% x (50% x Rp16.350.000.000)
Rp817.500.000

PPh yang terutang harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan. Penghitungan PPh Pasal 26 Ayat (4) wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (meskipun pajak tidak terutang), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 6A/6B.

Categories: Tax Learning

Artikel Terkait